SEJARAH KEMEJA FLANEL
Kemeja flanel merupakan style yang abadi. Trend yang tiada henti.
Cocok untuk dikombinasikan dengan jeans dan sneakers atau sepatu boots. Atau dipakai sebagai luaran, dipadukan dengan t-shirt di bagian dalamnya.
Kemeja flanel identik dengan para pekerja keras yang turun langsung
di lapangan. Dipakai oleh orang-orang yang berada di garis depan dan
bersentuhan langsung dengan objek pekerjaan di lapangan.
Hal ini tidak lepas dari asal-usul ditemukannya pakaian berbahan flanel ini.
Kemeja flanel memiliki rekam jejak yang panjang dan menarik.
Kata flanel berasal dari bahasa Wales, yaitu gwlanen, yang artinya “bahan wol”.
Menurut sejarah, flanel tercatat ditemukan pada awal abad ke-16 di Wales, dengan sebutan flannelette.
Pada saat itu para petani memakai pakaian hangat yang agak tebal untuk
melindungi diri mereka dari cuaca dingin dan rerantingan pohon.
Di Perancis, istilah flanelle dipakai di akhir abad ke-17. Dan pada awal abad ke-18, di Jerman menyebutnya flanell.
Dalam bahasa Inggris ditulis flannel.
Awalnya flanel diproduksi secara tradisional dan rumahan. Dibuat dari benang wol yang di-garuk pada proses finishing-nya.
Di abad ke-18, sejalan dengan adanya Revolusi Industri, terjadi
perubahan besar-besaran di dalam praktisi industri. Flanel mulai di
produksi secara massal dan menjadi produk pabrikasi.
Mengikuti perkembangan jaman, dan mempertimbangkan biaya bahan baku
yang tinggi, bahan wol lambat laun mulai digantikan dengan serat kapas (cotton), campuran sutera, dan serat sintetis.
Pada tahun 1889, seorang asal Michigan, Amerika Serikat, yaitu
Hamilton Carhatt (1855-1937) mendirikan perusahaan yang dinamakan
Carhatt. Carhatt mengklaim sebagai yang pertama kali menemukan kemeja
berbahan flanel, termasuk motif kotak-kotak yang terinspirasi dari Kilt,
pakaian tradisional Skotlandia.
Carhatt berusaha untuk menciptakan pakaian tahan banting, yang nyaman
dipakai, namun tetap berkarakter, untuk para pekerja lapangan yang
aktif. Pada awalnya mereka membuat pakaian flanel ini untuk para engineers yang bekerja di jalur kereta api.
Pada awal abad ke-20, flanel tidak hanya diproduksi untuk cuaca
dingin, tetapi mulai disesuaikan dengan musim-musim yang ada. Dengan
memaksimalkan pencampuran kapas (cotton) dengan sutera, flanel kini menjadi lebih tipis dan ringan. Sehingga kemeja flanel dapat digunakan di cuaca yang hangat.
Di abad yang sama, flanel masuk ke Amerika Utara. Flanel dengan motif
kotak-kotak diidentikkan dengan para pekerja kasar, pekerja lapangan,
terutama petani, gembala, pekerja tambang, penebang pohon, dan mereka
yang bekerja di luar ruangan. Daya tahan dari bahan flanel, kemudahannya
untuk dicuci, dan juga kehangatannya, memungkinkan mereka bebas
bergerak dan bekerja dalam jangka waktu yang lama di dalam suhu yang
dingin. Sejak saat itu, para penebang pohon identik dengan kemeja flanel
dan sepasang sepatu boots.
Pada saat Perang Dunia I pecah di tahun 1914, flanel digunakan
sebagai seragam dan selimut di medan pertempuran. Dan juga digunakan
sebagai bahan alternatif pengganti perban di rumah sakit. Dan ketika
perang berakhir, dunia berubah. Perbedaan antar-kelas di masyarakat
menjadi bias. Selama Great Depression yang datang mengikuti
Perang Dunia, kemeja flanel yang pada mulanya identik dengan kalangan
kelas bawah, lambat laun naik kasta dan menjadi milik seluruh lapisan
sosial. Pada masa ini pula, kemeja flanel diidentikkan dengan
kelaki-lakian.
Pada tahun 1939, Red Flannel Day mulai dilaksanakan secara
rutin di Cedar Springs, Michigan, setelah kota tersebut menjadi terkenal
di seluruh negeri karena memproduksi sweater berbahan flanel warna merah. Kota ini masih merayakan Red Flannel Festival sampai sekarang, jatuh pada weekend terakhir di bulan September dan weekend pertama di bulan Oktober.
Pada tahun 1963, The Beach Boys kembali membuat kemeja
flanel ini terkenal, setelah mereka berpose mengenakan kemeja flanel
sambil mengangkat papan luncur untuk cover album mereka, “Surfer Girl”.
Di awal 1990-an, group band asal Seattle, Nirvana (yang di motori
oleh Kurt Cobain) dan Pearl Jam mempopulerkan kembali kemeja flanel
dengan motif kotak-kotak. Masa keemasan grunge saat itu
ditandai dengan perubahan pola berpakaian di kalangan anak-anak muda.
Tidak ada lagi jaket kulit yang sempat berjaya oleh kalangan glam rock. Trend beralih, mereka beramai-ramai mengenakan kombinasi kemeja flanel, jeans, dan sepatu boots juga sneakers.
Kemeja flanel adalah icon yang abadi.
Selalu berevolusi mengikuti perubahan jaman.
Identik dengan pekerja lapangan, yang turun di garis depan.
Menggambarkan karakter para pekerja keras di alam yang bebas.
Kemeja flanel tak akan lekang oleh waktu.
Flannel shirts will never die.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar